Profil Nominator Soemardja Award #3 | 2013
Ahdiyat Nur Hartarta
Ahdiyat Nur Hartarta menjalani pendidikan di seni rupa ITB dengan spesialisasi studio seni grafis sejak tahun 2008 dan lulus pada tahun 2013. Karya tugas akhirnya menggunakan teknik drawing dengan judul ‘WA ISLAMAH!: Pospiritualitas dalam Dinamika Kontradiksi Islam dan Masyarakat Muslim Pasca Orde Baru di Iindonesia’.Ahdiyat mengangkat fenomena hiperealitas dalam dunia Islam dan masyarakat Muslim di Indonesia pasca berakhirnya rezim orde baru. Secara khusus, Ahdiyat memilih konteks pospiritualitas dalam fenomena hiperealitas yang dikaitkan dengan posteror, posekonomi, posmedia, dan pososial serta hubungannya dengan varian-varian ideologi Islam pasca orde baru. Posteror mewakili gerakan Islam radikal, posekonomi dengan isu kapitalisme dalam Islam, posmedia dengan wacana liberalisme, dan pososial yang dikaitkan dengan gerakan sufisme dan hedonisme dalam Islam.
Ahdiyat menghadirkan kontradiksi sosial tersebut melalui visual jukstaposisi, di mana konteks yang diajukan mengenai dualitas konteks sosial dan budaya serta dualitas representasi kebenaran dalam melihat sebuah gambar yang dimanipulasi sedemikian rupa, menjadi sebuah kesatuan yang menimbulkan pola tafsir yang baru. Ia berharap kebersinggungan wacana posrealitas dan perkembangan gerakan-gerakan Islam di Indonesia memiliki fungsi kritik sosial terhadap problematika dunia Islam di Indonesia.
Aviandari Lestari Susetio
Aviandari LestariSusetio menjalani pendidikan di seni rupa ITB dengan spesialisasi studio seni lukis sejak tahun 2008 dan lulus pada tahun 2013. Karya tugas akhirnya berjudul ‘Another Others on Cultivated Space’mengangkat persoalan hubungan antar manusia, dalam hal ini, harmoni yang terjadi pada sepasang manusia. Pasangan tersebut, dalam pemahaman Aviandari, sebenarnya merupakan satu orang yang sama namun dalam dua tubuh yang berbeda. Dalam karya ini, Aviandari juga berusaha mengungkapkan bahwa segala rasa dalam relasi kasih sudah seharusnyadijaga dengan baik secara bersama karena relasi yang baik akan merefleksikan hal yang baik pula bagi ruang lingkup yang lebih luas.
Aviandari menggunakan medium resin dalam eksekusi karya ‘Another Others on Cultivated Space’. Medium inidiharapkanmampu menghadirkan hubungan puitis yang romantis ke dalam nilai paradoksnya. Medium ini juga digunakan atas dasar kejenuhan Aviandari terhadap pola pembelajaran yang ia terima dan ia jalani di studio seni lukis. Oleh karena itu, karya ini diharapkan mampu memberikansuasana baru bagi dunia seni lukis dalam hal proses berkarya hingga pola pemikiran yang berkaitan dengan seni lukis itu sendiri.
Eldwin Pradipta
Eldwin Pradipta menjalani pendidikan di seni rupa ITB dengan spesialisasi studio intermedia sejak tahun 2008 dan lulus pada tahun 2013. Karya tugas akhirnya berupa instalasi proyeksi digital yang berjudul ‘Reconceive Braga’. ‘Reconceive Braga’ yang apabila diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia berarti ‘Memikirkan kembali Braga’ ini merupakan gambaran pemikiran Eldwin mengenai fenomena seni rupa yang ia sebut (meminjam istilah Sanento Yuliman dalam buku ‘Dua Seni Rupa’) ‘seni rupa bawah’, dalam hal ini, karya-karya seni yang diproduksi ataupun ditampilkan oleh seniman-seniman di Jalan Braga, Bandung, Jawa Barat. Sejarah perkembangan seni rupa Indonesia, kecenderungan visual karya-karya seniman jalan Braga, dan perubahan cara pandang Eldwin sendiri terhadap karya-karya seniman jalan Braga tersebut, merupakan pokok-pokok pemikiran yang diangkat dalam ‘Reconceive Braga’.
Eldwin, dalam karya instalasinya, menghadirkan dua dinding yang membentuk sudut ruangan dengan tujuh buah bingkai yang tergantung di kedua dinding tersebut (empat di dinding kiri dan tiga di dinding kanan). Proyeksi digital berupa lukisan-lukisan dan bayangan ruangan ditembakkan ke arah dinding oleh dua buah proyektor. Dua dinding yang membentuk sudut ruangan merupakan representasi dari tata cara display seniman-seniman Braga yang memaksimalkan setiap sudut ruangan, sementara proyeksi digital lukisan-lukisan mewakili lukisan-lukisan yang paling sering direproduksi oleh seniman-seniman tersebut. Manipulasi terhadap lukisan-lukisan tersebut (melalui proyeksi digital) merupakan respon Eldwin terhadap ke-‘beku’-an lukisan-lukisan tersebut, bahwa dalam kehidupan nyata, kondisi alam tidak selalu indah.
Febian Nurrahman Saktinegara
Febian Nurrahman Saktinegara menjalani pendidikan di seni rupa ITB dengan spesialisasi studio intermedia sejak tahun 2008 dan lulus pada tahun 2013. Karya tugas akhirnya berupa video dan instalasi proyeksi digital yang berjudul ‘Dalam Fana’. Definisi kata ‘fana’ merupakan sesuatu yang tidak kekal dan bisa hilang, rusak, ataupun mati. Eksistensi manusia ‘yang hanya sementara’ menjadi tema besar dalam karya Febian dimana kematian dan kesadaran manusia akan ‘batas’ menjadi titik berat gagasannya. Bagi Febian, kematian, atau suatu titik akhir dari eksistensi seorang manusia, meskipun bisa dipandang secara positif, salah satunya sebagai ‘ujian’ yang harus dijalani dengan sebaik-baiknya, bisa saja dan seringkali dipandang negatif oleh manusia itu sendiri. Perspektif negatif, yang berupa ketakutan, rasa putus asa, penyesalan, dan lain-lain inilah yang kemudian dieksplorasi lebih dalam oleh Febian dalam karya ‘Dalam Fana’.
Dua jenis karya dihadirkan Febian dalam karya tugas akhirnya. Karya pertama berupa video yang ditampilkan dalam empat layar LED 47 inchi. Sementara karya kedua berupa instalasi proyeksi digital, dalam hal ini, sebuah video diproyeksikan pada sebongkah es berbentuk kubus. Video dalam karya pertama ‘Dalam Fana’, merepresentasikan dimensi kontemplasi dari eksistensi manusia. Berbeda dengan karya kedua, yang meskipun objek visualnya memiliki kemiripan dengan karya pertama, yakni manusia di dalam air dan sebongkah es, karya ini mewakili dimensi realitas dari perspektif manusia terhadap eksistensi manusia. Bagi Febian, pemilihan medium dalam karya ‘Dalam Fana’ ini mewakili unsur ruh dan badan dari manusia itu sendiri. Perjuangan yang dilakukan manusia dalam video merupakan representasi perjuangan manusia dalam kehidupan, sementara unsur ‘es’ yang dihadirkan merupakan sifat sementara (berkaitan dengan waktu) dari kehidupan tersebut.
Ghina Fianny
Ghina Fianny menjalani pendidikan di seni rupa ITB dengan spesialisasi studio seni lukis sejak tahun 2008 dan lulus pada tahun 2013. Sebuah kalimat latin ‘Mors Vincit Omnia’ yang berarti ‘Kematian menguasai semua’ atau ‘Kematian selalu menang’ diangkat sebagai judul karya tugas akhir Ghina. Rasa takut adalah sebuah emosi yang ditimbulkan oleh ancaman, baik secara fisik maupun psikis, yang membuat manusia secara instingtif menghindar dan bersembunyi dari ancaman tersebut. Dan salah satu ketakutan terbesar yang dialami manusia adalah kematian. Bagi Ghina, hal tersebutmenimbulkan suatu kebutuhan untuk mengatasi rasa takut terhadap kematian, yang kemudian ia representasikan ke dalam bentuk karya seni lukis abstrak dengan media cat akrilik di atas foto rontgen.
Dalam pemahaman Ghina, visualisasi foto rontgen yang bernuansa kelam dengan citraan tulang-belulang mampu menghasilkan sebuah kesan yang mati, gelap, dan mengerikan, sementara sapuan cat dalam warna-warna yang kontras merepresentasikan perlawanan untuk mengatasi rasa takut tersebut. Karya ‘Mors Vincit Omnia’ini dimaknai sebagai perlawanan pada rasa takut terhadap kematian, meskipun kematian adalah hal yang tidak terelakkan.
Indina Asri Andamari
Menjalani studi di Seni Rupa ITB dari tahun 2008 – 2013. Indi lulus dari studio seni grafis dengan tugas akhir yang ia beri judul “Pencapaian Kesempurnaan dalam Determinasi Waktu”. Karya ini dibuat berdasarkan kegelisahan personalnya akibat determinasi waktu secara kontinyu dalam kehidupan sehari-hari. Bagi Indi, waktu tidak mungkin terasa mengancam apabila tidak diiringi dengan tujuan/capaian yang besar, yang mengacu pada kesempurnaan.
Melalui karyanya, Indi menuangkan konflik personal tentang pengaruh ketakutan akan tidak tercapainya kesempurnaan serta ketakutan akan gambaran diri di masa datang (possible-selves) yang jauh dari kriteria ideal. Karyanya ini dibuat dengan drwing bolpen hitam dengan teknik crosshatch di atas akrilik bening yang berbentuk roda gigi yang dapat berputar
Junizar Fachamy
Menjalani studi di Seni Rupa ITB dari tahun 2007 – 2013. Lulus dari studio seni patung dengan karya tugas akhirnya yang berjudul “Bebas X Kebebasan”. Karya tugas akhir Jun ini berangkat dari tema besar tentang kebebasan. Ia mencoba menangkap esensi kebebasan dan menyuguhkan proses perjalanan penemuan esensi tersebut melalui metafora bentuk dalam lingkup karya seni rupa trimatra.
Karya Jun lebih mempersuasi perspektif audiens dengan menyuguhkan karya yang secara visual ingin menggelitik imajinasi audiens melalui variabel-variabel estetik. Melalui karya ini, definisi mengenai kebebasan tidak lagi menjaadi sebuah justifikasi bentuk, melainkan sebuah tema yang dapat dibagi dalam ruang ide melalui bentuk.
Karya tugas akhir Jun terbuat dari meterial logam dan dibentuk menjadi bentuk-bentuk organis yang dinamis.
Maharani Mancanagara
Menjalani studi di Seni Rupa ITB dari tahun 2008 – 2013. Lulus dari studio seni grafis dengan karya tugas akhirnya yang berjudul “Interupsi dalam Sejarah: Rekonstruksi Memori Keluarga”. Karya tugas akhir Rani berhubungan dengan persoalan memori. Memori dalam karya Rani berhubungan dengan persoalan sejarah yang bersifat mikro yang bersangkut paut dengan sosok Kakeknya.
Pembahasan sejarah tentang sosok sang Kakek juga sekaligus bersangkut paut dengan persoalan sejarah pendidikan di Indonesia. Melalui karyanya, Rani seolah menjadi seorang ethnografer yang merekonstruksi sejarah keluarga melalui memori, artefak dan kisah-kisah. Karyanya ini dibuat dengan teknik drawing-assemblage, kolase, serta penghadiran artefak.
Muhammad Fatchi
Menjalani studi di Seni Rupa ITB dri tahun 2008 – 2013. Lulus dari studio seni grafis dengan karya tugas akhir yang ia beri judul “Ruang Kosong (Agama – Kehidupan)”. Karyanya ini berlatar belakang persoalan agama telah menjadi sesuatu yang dipisahkan atau diberi jarak dari kehidupan para penganutnya.
Fatchi menggunakan teknik intaglio dan medium campur untuk mengerjakan karya tugas akhirnya. Karya-karyanya ini menggunakan simbol-simbol yang mengacu pada agama Islam yang digambarkan secararepresentasional.Bagi Fatchi, karya tugas akhirnya adalah sebuah proses yang berfungsi sebagai ruang kontemplatif untuk kembali mempertanyakan akan keadaan “ruang kosong” yang terjadi antar agama dengan kehidupan ini.
Nurrachmat Widyasena
Menjalani studi di Seni Rupa ITB dari tahun 2008 – 2013. Ia biasa dipanggil dengan nama panggilan Ito. Ito lulus dari studio seni grafis dengan karya tugas akhir berjudul “Wacana-wacana Takdir Kemanusiaan: Eksplorasi Luar Angkasa”. Karyanya ini mengangkat tema Space Age.
Melalui karyanya ini, Ito mencoba menarik kembali semangat zman atau zeitgeist yang ada pada masa-masa Space Age, dimana manusia bermimpi, memprediksi, dan mencoba merealisasikan bagaimana kehidupan manusia diluar angkasa dan penjelajahan manusia ke luar angkasa menjadi sebuah hal yang biasa ditemukan.Karyanya ini terdiri dari medium plat alumunium, kertas, kayu, dengan teknik drawing, etching, dan cetak saring. Hal ini merupakan upaya penulis untuk menciptakan sensasi ide-ide lama yang tidak direalisasikan / terlupakan, retro, dan arkaik.
Satrio Yudo Pratomo
Menjalani studi di Seni Rupa ITB dari tahun 2008 – 2013. Yudo lulus dari studio seni lukis dengan karya tugas akhir yang ia beri judul “All Is Play & All Play Means Something”. Karyanya ini menampilkan sekumpulan lukisan di atas kanvas dengan berbagai ukuran yang disusun sedemikian rupa, Yudo menyebutnya dengan konstelasi lukisan.
Latar belakang karyanya adalah kesadaran bahwa dorongan bermain telah menjadi bagian yang kuat dalam segala segi kehidupan yang dijalaninya.Konstelasi lukisan pada karya tugas akhirnya ini berasal dari abstraksi bentuk mainan puzzle. Dalam proses berkreasi karya, Yudo mengambil fungsi dasar karya tersebut dari fungsi bermain. Bagi Yudo; bermain telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia dan prosesi kreasi karya seni adalah sebuah proses bermain.