Report Knowledge #2: Academic Staff Exhibition 2013
Pameran Staff Pengajar Seni Rupa ITB
16-22 Maret 2013
Pembukaan: Sabtu, 16 maret 2013 pukul 16.00 WIB
[one_third]Agung Hujanika
A. Rikrik Kusmara
Aminudin T.H. Siregar
Asmudjo Jono Irianto
Bambang Ernawan
Budi Adi Nugroho
Citra Syukma
Deden Hendan Durahman
Dikdik Sayahdikumullah
Dimas Arif Nugroho
Dadang Sudrajat[/one_third]
[two_third]
Haryadi Suadi
Ira Adriati
Irma Damajanti
Muksin M. D.
Oco Santoso
Pius Prio Wibowo
Roumy Handayani Pesona
Rizki A. Zaelani
Setiawan Sabana
Tisna Sanjaya
Willy Himawan[/two_third]
Dua Pameran Merubah Seni Rupa Indonesia
Hari ini Apakah Masih Bisa?
Setahun lalu pameran ini ditetapkan Galeri Soemardja sebagai program tetap. Seperti disarankan oleh judulnya yang mengadopsi judul laporan Jean Francois Lyotard (The Postmodern Condition: A Report on Knowledge, 1979), pameran ini ditujukan untuk mengumumkan kepada khalayak luas tentang “perkembangan” dan “pengembangan” seni di civitas akademi Seni Rupa-ITB, terutama di kalangan dosennya. Spirit program pameran ini beriringan dengan program reguler galeri lainnya, yaitu Soemardja Award yang diperuntukkan untuk mengukur pencapaian artistik di tingkat mahasiswa. Pameran ini tidak dibebankan tema khusus mengingat beragamnya kecenderungan karya-karya yang ada. Namun tidak menutup kemungkinan di tahun-tahun selanjutnya pameran ini mengusung tema khusus. Karena itu pengikat atau benang merah karya dalam pameran ini bertumpu pada kualitas masing-masing dosen. Terkait dengan “dosen menjuri” dalam Soemardja Award, kali ini – yang membuatnya berbeda dengan tahun sebelumnya – tim juri perwakilan mahasiswa akan memilih karya terbaik dosen dan diumumkan pada saat pembukaan berlangsung. Seyogyanya proses ini akan menjadi proses pembelajaran yang positif, baik untuk mahasiswa maupun dosen.
Pameran ini mewakilkan karya-karya dosen dari lima studio di lingkungan Program Studi Seni Rupa: seni lukis, seni patung, seni grafis, seni keramik, dan intermedia. Kita akan diajak ke pengalaman berbeda-beda: realitas-representasi-simulasi. Ini seakan menyiratkan gerak perkembangan seni rupa secara umum dewasa ini. Bentuk-bentuk ekspresif yang dibangun melalui garis, bentuk atau sapuan kuas tidak terlampau menonjol – sebagaimana ciri khas Seni Rupa-ITB semenjak lama; perjalanan ke arah subliminal individu justru mengemuka lebih kuat. Setiap seniman dosen ini agaknya mengusahakan munculnya “lema-lema” baru yang mendesak nilai riil – yang selalu berubah-rubah menurut ukuran ruang dan waktu. Nilai riil merupakan nilai yang berkebalikan dari nilai intrinsik (harfiah) – yang tertulis/tergambar secara apa adanya. Mereka tak hanya menempatkan satu nilai lebih dari lainnya. Yang terjadi adalah upaya untuk menyeimbangkannya. “Karakter” seni rupa ini, semenjak pameran Sebelas Seniman Bandung pada 1966 (leluhur para dosen yang berpameran sekarang) berhasil meluaskan pengaruh estetik. Karena itulah, di lihat dari sisi ini, kontribusi Seni Rupa-ITB di medan seni Indonesia tidak sedikit. Tetapi embrio pameran Sebelas Seniman Bandung itu tetap berhutang sejarah dengan pameran tonggak 1954 – pameran seniman Bandung (umumnya pelukis muda Seni Rupa-ITB) yang tak kalah mengejutkan khalayak. Dua pameran itu tak hanya “merubah Seni Rupa-ITB”, tetapi juga “Seni Rupa Indonesia” (saya tidak ingin berlebihan, tetapi ingin memanfaatkannya sebagai lecutan).
Kembali ke pameran ini, apakah masih relevan memikirkan perubahan seni rupa hanya karena satu buah, dua buah atau tiga buah pameran? Leluhur pameran ini telah membuktikannya. Kepada mereka kita beri rasa hormat yang setinggi-setingginya dan terimakasih sedalam-dalamnya. Apakah pameran kali ini, hampir 50 tahun kemudian, bisa menawarkan kehormatan baru atau sebatas melestarikan nilai sejarahnya? Semoga begitu.
Aminudin TH Siregar
Direktur Galeri Soemardja